Hukum Trading Forex Menurut Islam
Terkait dengan hukum transaksi via eletronik, Muktamar NU ke-32 di Makassar Tahun 2010 menyatakan boleh dilakukan manakala barang yang diperdagangkan (mabi’) memiliki unsur yang jelas menurut ciri dan sifatnya secara urfy. Jika hal ini dibawa pada kasus perdagangan kurs mata uang, maka nilai kurs yang diketahui oleh masing-masing pihak penjual dan pembeli dalam pasar bursa valuta merupakan bagian dari ‘urfy tersebut.
Penanya yang budiman. Forex (foreign exchange) pada dasarnya merupakan transaksi tukar menukar valuta (mata uang asing). Hukum barter mata uang asing di pasaran tunai pada dasarnya adalah boleh. Hal ini berangkat dari makna zhahir hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih Bukhary, Kitab Al-Buyu’:
Artinya, “Dagangkanlah emas dengan perak dan perak dengan emas sekehendakmu.”
Selanjutnya, kita lihat dulu sistem perdagangan forex di pasar onlinenya. Apakah sistem ini memenuhi rukun jual beli? Kita harus menelitinya terlebih dahulu.
Sebuah transaksi jual beli diperbolehkan manakala barang yang diperjualbelikan adalah bukan barang yang haram, tidak terdapat unsur menipu, menyembunyikan yang cacat, dan mengandung unsur judi (maisir)/spekulatif. Maksud dari spekulatif ini adalah semacam tebak menebak harga. Kalau beruntung mendapatkan barang yang bagus, kalau tidak beruntung mendapatkan barang yang jelek. Syekh Yusuf Al-Qaradhawy dalam Kitab Al-Halal wal Haram halaman 273 menjelaskan:
Artinya, “Al-maisir adalah segala hal yang memungkinkan seorang pemain mengalami untung atau rugi.”
Biasanya unsur spekulatif didasari oleh adanya “tidak diketahuinya harga” saat “pembeli memutuskan membeli” dengan “saat diterimanya barang pembelian.” Imam Nawawi dalam Kitab Al-Majmuk Syarah Al-Muhadzdzab menyebut transaksi model ini sebagai bai’u hablil hablah, yaitu jual beli kandungannya anak yang masih ada di dalam kandungan. Madzhab Syafi’i dan himpunan para ahli ushul menyebutkan bahwa jual beli semacam ini adalah bathil disebabkan adanya perbedaan harga saat awal transaksi dengan saat diterimanya barang. Hal ini berangkat dari penafsiran hadits riwayat Imam Muslim dalam Kitab Shahih Muslim:
Artinya, “Rasulullah melarang jual beli kandungannya kandungan.”
Dari pelbagai keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa jual beli valas di pasar tunai hukumnya boleh. Namun di pasar online, hukumnya diperinci:
1.Haram, manakala harga tidak sesuai dengan saat pembeli memutuskan melakukan transaksi dengan saat transaksi tersebut diterima oleh penjual (broker).
2.Boleh, manakala harga saat beli adalah sama dengan saat diterimanya transaksi oleh penjual (broker).
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Sumber: Nu Online/Muhammad Syamsudin